Pada masa awal perkembangan islam di indonesia, raja berperan penting dalam penyebaran agama islam. peran penting raja dalam islamisasi tersebut disebabkan oleh…. Pada masa awal perkembangan islam di indonesia, raja berperan penting dalam penyebaran agama islam. peran penting raja dalam islamisasi tersebut disebabkan oleh…. Pembahasan Pelajari lebih lanjut Jawaban yang dimaksud oleh pertanyaan tersebut adalah Raja memiliki kewenangan dan peran yang penting untuk menentukan agama yang dianut oleh rakyatnya. Pembahasan Raja adalah sebuah gelar yang diberikan kepada seorang pengusa yang bertugas untuk memimpin sebuah negara ataupun daerah. Kerajaan Islam berdiri di Negara Indonesia diperkirakan pada abad 12-13. Penyebaran agama islam di Indonesia terjadi akibat banyaknya perdagangan laut sehingga banyak musafir atau pedagang yang menyebarkan agama islam ini. Berikut ini contoh kerajaan islam di Indonesia Ternate Samudera pasai Demak Islam Banten dan lain sebagainya. Muncul kerajaan islam tentunya menjadi salah satu tonggak penyebaran agama islam di Indonesia dan pada akhirnya islam menjadi agama dengan penganut terbanyak di negara Indonesia ini. Pelajari lebih lanjut Pelajari lebih lanjut di Google News
Peranraja yang cukup besar dalam proses Islamisasi disebabkan . answer choices . rakyat memiliki kepatuhan tinggi pada raja. rakyat mengikuti jejak raja yang memeluk Islam. raja selalu menjadi teladan bagi rakyatnya. raja selalu menjadi panutan. Raja adalah junjungan raktat. SURABAYA - Batu-batu nisan di Jawa Timur yang ditemukan di wilayah nonpantai Majapahit meragukan pendapat yang telah lama diyakini bahwa Islam di Jawa berasal dari wilayah pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan. Hal itu dinyatakan Ricklefs 1991 dalam Sejarah Modern berpendapat, sebagai kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah berhubungan dengan pedagang Muslim sehingga muncul dugaan akan kemungkinan ketertarikan pihak istana pada agama para pedagang Muslim. Sedangkan, guru-guru Sufi mengklaim bahwa kekuatan supranatural berperan lebih atas kemungkinan perpindahan agama para elite istana tersebut, mengingat mereka telah lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha. Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo dalam Islam in the Netherlands East Indies1942 mengatakan, ketika orang-orang pantai yang meng adopsi Islam dianggap tidak jelas, seorang Muslim Cina bernama Ma Huan dan utusan Kerajaan Cina mengunjungi Jawa pada 1416. Mereka merekam perjalanan tersebut dalam sebuah buku berjudul Ying-yai Sheng-lan The Overall Survey of the Ocean’s Shores1433.Dalam buku tersebut diedit dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Vivian Gottlieb Mills, diterbitkan pada 1970, disebutkan bahwa pada masa itu hanya terdapat tiga tipe masyarakat di Jawa. Yakni, Muslim dari Barat, masyarakat dari etnis Cina sebagian beragama Islam, dan orang-orang kafir. Mills berpendapat, catatan perjalanan Ma Huan yang dibuat sekitar 50 tahun setelah keterangan tahun yang terdapat pada nisan-nisan di Jawa Timur itu menunjukkan Islam di Jawa memang tidak tersebar dari wilayah pantai. Ia telah diadopsi oleh pejabat istana sebelum orang-orang Jawa yang tinggal di satu bukti yang memperkuat pendapat tersebut adalah sebuah nisan dari masa 822 H 1419 M di Gresik, Jawa Timur, yang menandai makam tokoh Islam bernama Maulana Malik Ibrahim. Pendapat yang muncul menyebutkan bahwa ia bukan orang Jawa. Namun demikian, menurut tradisi Jawa, ia adalah salah seorang dari sembilan tokoh guru yang dikenal de ngan sebutan Wali itu, penjelasan historis sejumlah sumber menunjukkan bahwa proses Islamisasi di wilayah timur Jawa berkaitan erat dengan proses di wilayah tengah. Pada abad 15-an, Kerajaan Majapahit yang berkuasa di Jawa mengalami kemunduran. Setelah kalah dalam beberapa pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa tersebut jatuh bersamaan dengan me ning katnya ke k u a s a a n negara yang d i i s l a m k a n , yakni Kesultanan De mak, pada di wilayah barat, penyebaran Islam terjadi lebih belakangan dibanding di wilayah timur. Naskah Suma Oriental-nya Tomé Pires ditulis pada 1512-1515 M yang dikutip Wikipedia melaporkan, pada masa itu masyarakat Jawa Barat yang berbahasa Sunda bukanlah Muslim. Sebuah penaklukan oleh Muslim di wilayah ini baru terjadi pada abad Oriental adalah naskah yang berisi informasi tentang kehi dup an di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara pada abad ke-16. Naskah ini sebenarnya merupakan laporan resmi yang ditulis Tomé Pires kepada Raja Emanuel tentang potensi peluang ekonomi di wilayah yang baru dikenal oleh Portugis saat itu. Karena itu, naskah ini tidak pernah tersebut baru diterbitkan pada 1944 dengan judul Hakluyat Societysetelah versi salinannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh sejarawan Armando Z Cortesão 1891- 1977. Tentang Indonesia, Suma Orientalmemuat informasi terutama tentang Pulau Jawa dan Pulau dalam naskah tersebut, pada awal abad 16, wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa Timur, yakni Daha Kediri. Sementara, di Pantai Utara, Muslim kerap berperang dengan m a s y a r a k a t antara pe m i m p i n Muslim pesisir tersebut adalah orang-orang Jawa yang telah memeluk Islam. Sebagian lainnya adalah para pedagang Muslim yang tinggal di se panjang rute perdagangan yang telah terbangun, termasuk pedagang Cina, India, Arab, dan Melayu. Menurut Pires, para pendatang tersebut dan keturunan mereka begitu mengagumi budaya Hindu-Buddha Jawa sehingga mereka meniru gaya masya rakat lokal dan dengan sen diri nya menjadi orang itu, dalam kajiannya mengenai Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen antropolog dan penulis asal Belanda mendalami hubungan antara mistis dan kekuasaan raja. Hal itu melahirkan pandangan mengenai kondisi dan proses Islamisasi di wilayah tersebut yang kontras dengan yang terjadi di penjuru wilayah Jawa pribumi, seperti dikutip dalam kajian tersebut, mengasosiasikan tarekat tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis, dan legitimasi laporan yang berjudul Shari’a Court, Tarekat, and Pesantren Religious Institutions in the Sultanate of Banten, van Bruinessen 1995 menyajikan bukti bahwa Sunan Gunung Jati terinisiasi pada beberapa orde sufisme, yakni Kubra, Shattari, dan dari perbedaan versi pendapat yang ada, Pulau Jawa adalah wilayah yang menjadi ajang bagi penyebaran Islam, secara formal maupun informal, pada masa lampau. Sumber yang dikutip Wikipedia menyebutkan bahwa tidak ada bukti yang menjelaskan penerapan Islam oleh masyarakat Indonesia sebelum abad 16, selain di wilayah Jawa, Sumatra, kesultanan-kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di SiniKonsepsi raja sebagai wakil Tuhan di bumi adalah pandangan yang berlaku umum di bumi nusantara pada masa lalu. Di Minangkabau, raja alam sangat dihormati karena ia dianggap berasal dari Tuhan. Di dalam sejarah islam konsepsi raja atau sultan adalah bayangan Tuhan telah diperkenalkan oleh ilmuwan Muslim seperti Imam Ghazali dan Ibn Taimiah. Dalam buku Ibn Taimiah yang berbicara tentang pentingnya pemerintahan. Konsepsi itu diperkenalkan oleh Ibn Taimiah dimaksudkan untuk memelihara stabilitas politik pada waktu itu, mengingat kenyataan sosial politik umat Islam sedang dilanda perpecahan setelah serangan dari bangsa bahwa Sultan sebagai bayanganTuhan di bumi telah berpengaruh ke Nusantara melalui para saudagar muslim atau melalui buku-buku yang dibawa oleh HIkayat Raja-raja Pasai masuk ke Sulawesi Selatan setelah agama Islam diterima di daerah itu. Dalam masyarakat Sulawesi Selatan ditemukan konsepsi tentang kekusaan yang mempunyai persamaan dengan yang dikemukakan diatas. Dalam masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat Makasar, ditemukan konsepTomanurung sebagai Raja pertama di kerajaan Gowa. Tomanurung dianggap suci karena berasal dari Dewata Tuhan. Raja-raja berikutnya haruslah berasal dari keturunan Dewa/Tuhan. Jadi, kekuasaan yang diperoleh Sombaya berasal dari legitimasi secara genetik. Kedatangan Islam di kerajaan Gowa sebagai yang dikemukakan, tidaklah merombak pranata-pranata social dan politik yang sudah ada, tetapi para pembawa Islam tetap menghormati pranata yang sudah ada tersebut mereka tinggal menyesuaikan dengan menambahkan pranata Islam yang berkembang pada masa itu, seperti pranata Kadi, Sarak, atribut Sultan, dan nama para Raja yang mencerminkan nama-nama Islam. Yang terakhir tercermin dari nama raja pertama yang menerima Islam pertama di kerajaan Gowa, yaitu I Mangrangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tomenanga ri Islamisasi yang berlangsung cepat itu disebabkan karena penyebar Islam di setiap kerajaan Sulawesi Selatan adalah semuanya dibawah pimpinan dan perlindungan Raja. Islamisasi keberbagai daerah Nusantara tidaklah berlangsung secara bersamaan. Kedatangan Islam di kerajaan Gowa agak terlambat dibanding dengan daerah lainnya. Islam diterima di daerah ini pada awal abad ke-17 bersamaan dengan masa puncak kejayaan kerajaan ini yang ditandai dengan luasnya daerah kekusaan yang meliputi hampir separuh Nusantara bagian Raja sebagai titisan darah dari Dewat amemberikan keuntungan tersendiri dalam hubunganny adalam Islamisasi. Penyebaran Islam yang dimulai dari istana telah mempersingkat proses Islamisasi tidak heran jika Islamisasi di Sulawesi Selatan hanya berlangsung selama 6 tahun terhitung setelah penerimaan Islam pertama oleh Sultan Alauddin tahun 1605 dan berakhir 1611. Dengan demikian, Islamisasi di Sulawesi Selatan berlakuTeori Siapa Pemilik Negeri Dialah Pemilik Agama atau seperti yang berlaku dalam masyarakat Ibn Khaldun manusia atau rakyat mengikuti agama ISLAMISASI KERAJAAN GOWA Prof. DR. Ahmad M. Sewang, AZHAR TRIDHARMA PUTRA Mahasiswa S1 UIN JAKARTA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
. 67 205 322 406 7 322 469 456